Dalam dua dasawarsa terakhir, China bahkan bangkit menjadi kekuatan utama dunia, ekonomi, politik, militer maupun teknologinya. Perannya saat ini bahkan mampu mengimbangi dominasi Amerika Serikat, di Asia maupun dunia.
Tidak heran, sejak lama Amerika Serikat, memberikan perhatian besar terhadap negara sosialis terbesar di Asia itu. Diawal konsolidasinya dalam rezim komunis atas wilayah Tibet, Amerika Serikat terlibat memberikan dukungan bagi perlawanan rakyat di wilayah ini.
Demikian pula dalam gerakan separatis di Xinjiang, daerah otonom terluas di China yang mayoritas warganya beretnis Muslim Uighur. Ketika penguasa komunis semakin hegemonik mengelola wilayah ini, Amerika Serikat mempraktekkan juga operasi “Arc of Crisis”, dan kemudian mendorong keterlibatan Turki dalam isu Xinjiang.
Langkah demokratisasi juga pernah dilakukan untuk China oleh Amerika Serikat, meski berakhir dengan tragedi berdarah di Tiananmen. Penguasa China melakukan aksi pembersihan dengan kekuatan militernya.
Dalam kesaksiannya di depan Kongres pada 1996, John M. Deutch mengingatkan pemerintahnya untuk lebih berhati-hati dalam melakukan operasi rahasia ke China. Menurut Direktur CIA (1995-1996) ini, elit-elit pembuat kebijakan AS harus dapat memastikan risikonya atas operasi rahasia CIA untuk mendiskreditkan, menjelekkan atau bahkan menggulingkan Pemerintah China.
"St Circus", Langkah Bebaskan Tibet
Penyerbuan Tentara Merah pada 1950 ke Tibet dan penguasaan ibukotanya, Lhasa, setahun kemudian, menjadi titik awal klaim penguasaan wilayah yang terletak di pegunungan Himalaya ini oleh Pemerintah Komunis China sebagai bagian provinsinya.
Pemerintah China beralasan, penyerbuan yang dilakukan tersebut adalah untuk membebaskan rakyatnya dari penindasan bergaya feodal. Tapi berkembang analisis bahwa China mengincar sumber daya alam mineral yang terkandung di dalam perut bumi Tibet.
Penguasaan oleh China, memunculkan perlawanan-perlawanan dari rakyat Tibet. Di sinilah, CIA berkepentingan untuk membantu pemimpin tradisional Tibet, Dalai Lama, membebaskan Tibet dari China.
Pada 1958-1961, CIA mendirikan kamp pelatihan (Camp Hale) di dekat Leadville, Colarado. Kamp ini dibangun untuk melatih pasukan Dalai Lama dalam melawan penguasa komunis China. Pasukan ini dilatih khusus dengan perang gerilya dan penggrebegan-penggrebegan lawan.
Puncaknya dengan terjadinya pemberontakan besar pada 10 Maret 1959, tetapi berhasil dipatahkan pasukan China. Dalai Lama yang menjadi incaran penangkapan pasukan China berhasil lolos ke perbatasan India. Lolosnya Dalai Lama ini juga tidak terlepas dari peran CIA.
Sejak pertengahan dasawarsa 1960-an, CIA mulai menghentikan bantuannya. Bahkan pada awal dasawarsa 1970-an, setelah AS menjalin kontak diplomatik dengan China, Departemen Luar Negeri AS menutup proyek “St Circus”, sandi untuk operasi pembebasan Tibet dari penguasaan Pemerintah Komunis China, melalui perlawanan bersenjata atau perang gerilya.
Meski demikian, operasi pembebasan Tibet bukan berhenti total. CIA mengubah strategi melalui perlawanan damai. Selain tetap memberi dukungan bagi pemerintahan pengasingan Tibet di Dharamshala, perbatasan India, CIA juga terus mendorong kampanye internasional bagi Tibet.
Pendekatan yang dilakukan CIA adalah dengan mendukung gerakan perlawanan Tibet di luar negeri. Gerakan ini seperti yang disponsori oleh the International Tibet Independence Movement, the United State Tibet Committee, The Tibetan Wowan’s Association, dan Students of Free Tibet.
Organisasi-organisasi yang aktif melakukan kampanye kemerdekaan Tibet itu, pernah melakukan long march tujuh jam dari kedutaan China di Washington ke New York. Long march dipimpin oleh, saudara tertua Dalai Lama, Thubten Jigme Norbu dan Palden Gyatso.
Thubten Norbu mendapat biaya studi gratis dari America Society untuk Asia yang diseponsori CIA untuk tour study. Organisasi ini berdiri sejak 1956. Sementara Gyatso, pernah meengorganisir 500 bhiksu melakukan protes terhadap pemerintah China pada 1959.
Pada dasawarsa 1990-an, CIA juga mengkampanyekan soal demokrasi dan HAM melalui National Endowment for Democracy (NED) di Tibet. Soal pelanggaran HAM oleh penguasa China di wilayah ini, menjadi sorotan penting. Dalam bidang budaya, AS juga gencar mengkritik China untuk dapat melindungi kehidupan keagamaan di Tibet.
Seiring dengan menguatnya China di dunia dan hubungannya yang lebih seimbang dengan AS, maka saat ini kelompok-kelompok perlawanan Tibet hanya bisa mengusik China. Dan agen-agen CIA tetap melakukan tugas mendorong orang-orang Tibet percaya bahwa mereka sedang dipersiapkan untuk merebut kembali tanah air mereka.
Tweet |