Gara-gara Krisis, Warga China Kurangi Makanan Cepat Saji

Penjualan Coca Cola, KFC, dan McDonald's di China menurun tajam.


McDonald's China

Mike PortalImbas krisis ekonomi dunia yang menghantam China tampaknya semakin serius. Bahkan, untuk soal makanan, masyarakat Negeri Tirai Bambu ini tampaknya mulai mengurangi porsi pembelian makanan cepat saji (fast food).
Dugaan itu terlihat dari penurunan angka pertumbuhan penjualan makanan cepat saji selama kuartal III-2012.

Dikutip VIVAnews dari laman CNN, Senin, 22 Oktober 2012, penjualan minuman bersoda, Coca Cola, hanya naik 2 persen. Pertumbuhan ini jauh lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya yang meningkat 11 persen.

Pangsa pasar minuman bersoda multinasional ini tercatat turun 2 persen dalam sepekan.

Tak hanya minuman, berkurangnya konsumsi makanan cepat saji juga dialami KFC. Padahal, masyarakat China terkenal suka menyantap jenis makanan ini. Yum Brand, induk dari KFC, mengungkapkan, penjualan produk mereka di China menurun menjadi 6 persen dibandingkan 19 persen pada tahun lalu.

Sementara itu, pesaingnya, McDonald's juga mencatat pertumbuhan penjualan terburuk sepanjang 9 tahun terakhir. Akibatnya, pangsa pasar McDonald's melemah 4 persen.

Chief Executive Officer (CEO) McDonald's, Don Thompson, mengatakan, kondisi pada kuartal IV tampaknya masih kurang baik. "Kondisi perekonomian global masih menjadi tantangan, dan perbandingan penjualan kami pada Oktober ini masih dalam tren negatif," kata dia.

Angka-anga penjualan yang mengecewakan bagi produsen makanan cepat saji dunia ini tampaknya imbas dari perlambatan ekonomi yang melanda China. Pekan lalu, Badan Pusat Statistik China melaporkan perekonomian negaranya melambat ke level terendah sejak 2009.

Di berbagai belahan dunia, para analis juga menilai perusahaan multinasional yang mulai merambah Asia melaporkan adanya pelemahan pendapatan.

"Apa yang kami lihat bahwa perusahaan yang fokus mengembangkan bisnis di AS mengalami kenaikan. Sedangkan mereka yang lebih banyak ekspansi global justru menghadapi kesulitan yang lebih besar," ujar Chief Investment Officer ING Investment Management, Paul Zemsky.

Love to hear what you think!