Perbedaan Perilaku dan Nilai Hidup Orang Jepang dan Orang Tionghoa

Mike PortalMembedakan orang China, Jepang dan Korea dapat kita lihat tidak hanya secara fisik semata melainkan kita dapat melihat perilaku dan nilai hidup mereka. Budaya dan gaya hidup ke tiga warga negara ini pastilah berbeda, hal inilah yang menyebabkan ketiga negara tersebut saat ini cukup diperhitungkan oleh dunia sebagai salah satu kekuatan Asia.

Tanpa bermaksud SARA dan berusaha meresapi nilai baik yang dapat kita contoh dari mereka, berikut saya sajikan perbedaan ketiga negara ini ditinjau dari bentuk fisik, perilaku dan nilai budaya antara Orang China, Jepang dan Korea sebagai berikut :


Orang China/Tionghoa

Hu Ge - Aktor dan Artis China

Yang Mi - Aktris dan Artis China


A. Ciri Fisik :

Orang Tionghoa cenderung memiliki wajah bulat daripada orang Korea dan Jepang. Tionghoa adalah negara multi-etnis besar tak seperti Korea dan Jepang (yang lebih etnis homogen) sehingga lebih sulit untuk membedakan atau mengeneralisasi.

B. Perilaku Baik Yang Dapat Menginspirasi :

Orang Tionghoa itu . . .

1. Kegiatan kehidupan mereka yang terpusat pada perdagangan, industri, dan berbagai pelayanan jasa yang tidak digeluti oleh anggota masyarakat (berusaha berbeda).

Dalam mencari penghidupan, orang-orang Tionghoa lebih memilih untuk berdagang. Berbeda dengan bangsa pribumi yang lebih memilih untuk menjadi pegawai, terutama Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kepiawaian orang Tionghoa dalam berdagang lalu menjadi rahasia umum. Orang Tionghoa dapat membedakan dengan tegas antara urusan bisnis dan urusan pribadi. Hasil keuntungan harus digunakan untuk menghasilkan lebih banyak keuntungan lagi. Uang harus menjadi uang, bukan untuk menimbun utang atau berfoya-foya.

2. Berani Mengambil Resiko.

Karena berdagang itu penuh resiko. Sifat bisnis pedagang Tionghoa yang lain adalah tahan banting, Mereka harus kuat, termasuk sanggup mengorbankan diri dalam beberapa hal, seperti waktu, tenaga, dan uang demi mencapai tujuan menjadi orang kaya, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

3. Kerja Keras.

Percaya pada takdir, tapi tidak mau menyerah pada nasib, mereka percaya nasib ibarat roda, sesekali di atas dan sesekali di bawah. Kerja keras tanpa kenal lelah menjadi ciri dari orang Tionghoa yang mengakibatkan mereka unggul dari yang lain. Ada filsafat Tionghoa yang berbunyi seperti ini : "Hiduplah nikmat, maka nanti kau akan sengsara. Orang-orang yang sukses dibentuk dari kehidupan yang sulit". Jadi dalam berusaha, banyak pengusaha yang awalnya bersusah susah dahulu, kemudian baru ketika sudah kaya mulai berani bersenang-senang.

4. Enterprenuer yang Selalu Menjaga Kualitas dan Kepercayaan.

Bangsa Tionghoa ini mempunyai sifat-sifat yang agak aneh di banding bangsa-bangsa yang lain, orang Tionghoa itu kalau yang terbaik untuk dijual, sedang yang jelek untuk dipakai sendiri. Orang Tionghoa itu pekerja keras dan cerdas, orang Tionghoa kalau ayahnya jualan kacang buntelan, maka pada saat anaknya nanti, usaha sudah menjadi pabrik kacang, jadi untuk faktor enterpreneurship mungkin Tionghoa itu nomor satu di dunia.

Di Tionghoa sebulan umumnya bekerja 60 jam, enam hari seminggu. Meski sekitar 20 jam diantaranya terhitung lembur, tapi mereka tidak mendapatkan upah tambahan dari kerja ekstra itu. Kerja keras seolah-olah menjadi jalan satu-satunya, hal ini tidak perlu dipersoalkan jika kita memiliki pekerjaan yang kita senangi.

Ada ungkapan "Orang Tionghoa bisa berdagang di kampung Melayu, tetapi orang Melayu belum tentu bisa berdagang di kawasan orang Tionghoa", salah satu sebab adalah mereka lebih cincai, fleksibel, lebih ramah dan lebih menjaga "nama", karena mereka berpikiran jauh kedepan, bahwa kepercayaan adalah modal yang tak terbatas dalam bidang dagang, bukannya pribumi tidak mempunyai pemikiran itu, tetapi persentase yang mau memanfaatkan pemikiran dan sikap itulah yang belum merata.

5. Orang Tionghoa selalu menginginkan perubahan secara total.

Maka hijrah adalah sebuah keharusan, orang itu harus hijrah bukan saja secara fisik melainkan juga mental, jiwa, dan mendekatkan diri pada-Nya. Keinginan seseorang untuk berubah adalah kunci utama keberhasilan orang Tionghoa.

6. Belajar Dari Kegagalan dan Berusaha Mempertahankan Keberhasilan.

Setiap pedagang Tionghoa dapat mengambil hikmah dan belajar dari kegagalannya. Mereka mengevaluasi segala kekurangan, kelemahan, kesalahan, dan kegagalan. Mereka terus belajar dari kegagalan itu. Kegagalan pertama tidak dapat melunturkan semangatnya, sebaliknya justru akan membuatnya lebih gigih, kegagalan kedua dijadikannya pelajaran, kegagalan ketiga menjadikannya lebih bijak, kegagalan yang seterusnya akan menguji kesabaran dan ketabahannya. Gagal beberapa kali bagi orang Tionghoa tidak berarti akan gagal untuk seterusnya. Orang Tionghoa percaya dan yakin mereka pasti akan berhasil suatu hari nanti.

C. Pilar Hidup / Nilai Budaya Orang Tionghoa

Confucianism

  • Tionghoa menganut Confucianism menjadi maju karena ajarannya yang tak menyukai kekerasan.
  • Salah satu hal penting yang diajarkan ialah “Janganlah berbuat sesuatu yang kau tak inginkan orang berbuat kepadamu!”.
  • Ini jelas sekali bahwa kalau kita tak menyukai orang lain memaksakan kehendaknya kepada kita, janganlah kita memakai kekerasan yang sama kepada orang lain.
  • Ajaran penting lainnya ialah “Selalu hormatilah orang yang lebih tua, lebih-lebih orang tuamu”.
  • Prinsip lainnya adalah “Kalau kamu hidup mampu, jangan sampai saudara-saudaramu hidup berkekurangan!”.
  • Itulah salah satu prinsip yang menyebabkan keluarga keturunan Tionghoa selalu memperhatikan saudara-saudara, jadi kalau yang satu kaya akan membantu yang kekurangan: memberikan pekerjaan, membantu secara moral dan finansial.


Guanxi

  • Guanxi dapat diartikan cerdik memanfaatkan jaringan.
  • Sebagai contoh, tidak punya uang untuk beli barang dagangan, bisa dilakukan dengan meminjam barang dagangan milik saudara. Laku baru bayar (sistem konsinyasi).
  • Kalau tidak punya pemasok cukup meminta jaminan dari relasi yang punya pemasok.
  • Untuk itu mereka berupaya membangun kepercayaan supaya bisa langgeng.


Xinyong

Shinyung adalah sikap saling mempercayai antarsesama.




Orang Jepang

Pria Jepang

Wanita Jepang


A. Ciri Fisik :

Orang Jepang cenderung memiliki struktur wajah oval bermata besar dan hidung yang lebih jelas. Wanita Jepang sering memakai make up tebal memberikan kesan warna kulit putih pucat.

B. Perilaku Baik Yang Dapat Menginspirasi :

Orang Jepang itu . . .

1. Ramah dan sopan

Khas budaya negara timur, penduduknya biasanya sangat ramah dan bersahabat. Orang Jepang cenderung untuk selalu menyapa dan mengucapkan salam kepada orang yang ditemuinya, sekalipun itu orang asing yang belum mereka kenal.

Sama halnya dengan budaya Jawa dan berbeda dengan budaya barat, budaya Jepang memperhatikan penghormatan dan sikap sopan kepada orang yang memiliki status sosial lebih tinggi atau lebih tua. Bahasa Jepang juga memiliki kosa kata khusus yang digunakan untuk menunjukkan penghormatan atau yang lebih sopan seperti “krama inggil” dalam bahasa Jawa.

2. Ekspresif

Mungkin inilah ciri yang paling mencolok dari orang Jepang. Kalau kalian pernah menonton dorama atau anime, atau membaca manga pasti sering menemui ciri ekspresif ini, bagaimana mereka menunjukkan rasa suka, sedih, terkejut dan lain-lainnya.

Saya belum pernah bertemu dengan orang yang seekspresif orang Jepang. Dan yang kadang membuat saya tidak habis pikir adalah bagaimana bisa sifat ekspresif ini menjadi ciri suatu komunitas? Apakah sifat ini sudah terdefinisikan di dalam DNA mereka? Sebelum bertemu dengan orang Jepang, saya berpikir bahwa sifat ekspresif yang meledak-ledak hanya dimiliki oleh orang-orang sanguinis saja.

Ciri ekspresif ini juga yang menjadikan orang Jepang adalah teman mengobrol yang asyik. Dengan sifat ekspresif ini mereka bisa berkomunikasi dengan empati. Tidak peduli seberapa sederhananya topik pembicaraannya, hal itu bisa terasa sangat menarik karena respon ekspresif yang diberikan oleh orang Jepang. Mungkin ini juga alasan mengapa di setiap program TVnya entah itu acara berita atau hiburan, melibatkan begitu banyak presenter.

3. Menghargai Usaha / Proses

Ini adalah salah satu karakter positif yang dimiliki oleh orang Jepang. Mereka tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi lebih berorientasi pada proses. Mereka sangat menghargai usaha dan kesungguhan seseorang. Sekalipun hasil yang dicapai oleh seseorang tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi jika orang tersebut sudah berusaha dengan sangat keras, maka mereka akan mengapresiasi dengan baik orang tersebut. Sikap menghargai usaha ini juga tampak dari ekspresi mereka yang selalu bersemangat menyongsong setiap pekerjaan dan tantangan, karena mereka yakin dengan semangat dan kerja keras akan memberikan hasil yang baik. Yosh..ganbatte ne!

4. Tumbuh Sebagai Satu Komunitas

Orang Jepang cenderung maju dan berkembang sebagai satu komunitas daripada sebagai individu-individu yang terpisah. Kultur kebersamaan ini bisa terlihat jika kita sudah bergabung dengan komunitas tertentu, misalnya di laboratorium, unit kegiatan mahasiswa, atau perusahaan. Mereka membentuk program-program atau kegiatan yang dapat memacu kemajuan bersama.

Contohnya training bersama, konsep senior yang mendampingi junior, kegiatan saling mengajar atau knowledge transfer untuk mendistribusikan kemampuan anggota yang lebih unggul kepada anggota lainnya. Selain itu ketika mereka sudah bergabung dalam komunitas tertentu, maka mereka lebih dikenal identitas komunitasnya daripada identitas individunya. Kombinasi antara kebanggaan akan komunitasnya dan usaha-usaha untuk memajukan komunitasnya inilah yang menjadikan masyarakat Jepang tumbuh dalam komunitas-komunitas yang kuat dan progresif.

5. Prosedural, Well Organized, Tekun, dan Teliti

Menurut saya sifat-sifat ini turunan dari karakter yang menghargai usaha. Untuk meraih hasil yang memuaskan, di dalam bekerja orang Jepang sangat memperhatikan urutan langkah-langkahnya. Jika mereka diberikan petunjuk untuk menyelesaikan pekerjaan atau menggunakan suatu alat, maka mereka akan dengan teliti membaca petunjuknya dari awal hingga akhir tanpa ada yang terlewat lalu benar-benar mengerjakan sesuai dengan petunjuk yang diberikan.

Sangat prosedural. Jangan heran ketika melihat seorang masinis kereta yang sudah bekerja puluhan tahun, ketika menjalankan tugasnya dia masih dengan semangat menunjuk-nunjuk panel-panel kontrol sambil berbicara pada dirinya sendiri, itu semata-mata dilakukan untuk memastikan dia tidak salah dalam melakukan tugasnya. Meski mereka telah sering menjalani rutinitas itu, ketekunan dan ketelitiannya tidak berkurang. Orang Jepang memang sangat cocok untuk jenis pekerjaan yang berupa rutinitas dan membutuhkan ketelitian.

Hal ini juga yang berlaku dalam hal mematuhi aturan lalu lintas atau peraturan lainnya. Tidak peduli kondisi di lapangan seperti apa atau apakah ada peluang untuk melanggar, mereka akan tetap mematuhi peraturan. Kalau kalian coba bertanya kepada mereka kenapa mereka selalu taat kepada setiap aturan, maka jawabannya akan sederhana karena itu adalah aturan, titik.

C. Pilar Hidup / Nilai Budaya Orang Jepang

Pilar utama nilai-nilai budaya Jepang dikenal dengan wa (harmoni), kao (reputasi), dan omoiyari (loyalitas). Konsep wa mengandung makna mengedepankan semangat teamwork, menjaga hubungan baik, dan menghindari ego individu. Kao berarti wajah. Wajah merupakan cermin harga diri, reputasi, dan status sosial.

Masyarakat Jepang pada umumnya menghindari konfrontasi dan kritik terbuka secara langsung. Membuat orang lain “kehilangan muka” merupakan tindakan tabu dan dapat menyebabkan keretakan dalam hubungan bisnis. Sedangkan omoiyari berarti sikap empati dan loyalitas. Spirit omoiyari menekankan pentingnya membangun hubungan yang kuat berdasarkan kepercayaan dan kepentingan bersama dalam jangka panjang.

Kaizen

  • Kaizen merupakan istilah bahasa jepang terhadap continuous improvement.
  • Kai berarti perubahan, zen berarti baik.
  • Jadi kaizen berarti melakukan perubahan agar lebih baik secara terus menerus.

Bushido

  • Bushido adalah kode atau prinsip yg dianut oleh para samurai Jepang.
  • Prinsip bushido Menekankan pada kehormatan, keberanian, dan kesetian kepada atasan melebihi apapun.
  • Pejuang samurai yang ideal adalah mereka yang tidak mempunyai rasa takut terhadap kematian tetapi mereka takut jika tugas yang mereka emban tidak berhasil.

Makoto

Makoto berarti bersungguh-sungguh dengan selalu berkata dan bertindak jujur dengan tidak berlaku curang baik kepada kawan maupun lawan.

Genchi Genbutsu

  • Definisi harfiah Genchi Genbutsu dari bahasa Jepang adalah ‘go and see the problem’.
  • Genchi genbutsu bukan sekadar teori, melainkan lebih menekankan pada praktek dimana kita harus langsung mendatangi masalah untuk mengetahui masalah tersebut.

Hansei

  • Dalam bahasa Jepang , hansei berarti perenungan.
  • Dalam manajemen bisnis, hansei berarti peninjauan ulang secara cermat yang dilakukan setelah tindakan diambil.
  • Tidak perduli hasil akhirnya sukses atau gagal, mereka tetap harus meninjau hasilnya.
  • Hansei berlawanan dengan pola pikir “Kalau Tidak Rusak Untuk Apa Diperbaiki”.
  • Kebanyakan kita masih menunggu rusak baru diperbaiki


Love to hear what you think!