Filosofinya adalah “orang miskin jangan lawan orang kaya, dan orang kaya jangan lawan pejabat”. Berbekal pelajaran dari almarhum ayahandanya itulah, Basuki Tjahaya Purnama atau yang dikenal Ahok adalah sosok manusia dermawan yang tak segan menyuarakan kenyataan pilu dari lembaganya, Dewan Perwakilan Rakyat, kepada masyarakat umum.
Berawal di tahun 2001, setelah ditutupnya pabrik pengolahan pasir miliknya karena dianggap tidak sejalan dengan kebijakan penguasa setempat, Ahok alih profesi dan terjun ke dunia politik. Tujuh bulan menjadi anggota DPRD II, Ahok langsung menjabat sebagai Bupati di Belitung Timur dengan menang telak. Semasa menjabat bupati, Ahok menjadikan warung kopi sebagai media untuk mendengarkan secara langsung keluh kesah warganya. Oleh karena itulah seluruh warganya mengenal baik setiap digit nomor telepon miliknya.
Meski gagal ikut dalam pemilihan sebagai gubernur di Bangka Belitung, karena di duga adanya manipulasi suara, anak sulung dari 3 bersaudara ini kini berjuang melalui jabatannya sebagai anggota DPR dalam Komisi II. Tak hanya itu, untuk menjembatani komunikasi dengan rakyatnya, Ahok pun selalu meng-up date web site pribadinya. Tak jarang apa yang dilakukannya itu membuka aib wakil rakyat lainnya.
Salah satu tokoh aktivis yang sangat gigih memperjuangkan hak asasi manusia adalah Ester Indahyani Jusuf. Ia tipikal manusia yang anti diskriminasi suku agama ras dan golongan. Sebagai keturunan tionghoa, Ester alias Sim Ai Ling - masih melihat banyak kasus diskriminatif terhadap etnis tionghoa di tengah masyarakat. Kita tak akan pernah lupa, kerusuhan Mei 1998. Tragedi yang menelan ratusan korban, tak hanya etnis tionghoa tetapi juga masyarakat yang tidak bersalah lainnya. Sejak tahun 98 itu, Ester terus memperjuangkan kasus-kasus pelanggaran HAM dan diskriminasi. Atas perjuangannya itulah, pada tahun 2001 Ester meraih penghargaan YAP THIEM HIEN. Sebagai sosok yang berani menentang diskriminasi sosial.
Sekarang Ester bersama suaminya, tergabung dalam Solidaritas Nusa Bangsa (SNB). Organisasi yang bekerjasama memperjuangkan kasus-kasus penegakkan HAM dan anti diskriminasi. Ester yang juga seorang pengacara ini, aktif melakukan penelitian hingga ke berbagai daerah. Saat ini ia sedang menulis buku mengenai implementasi Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Sebelum bergabung dengan SNB, selama 3 tahun Ester banyak memberikan advokasi dan bantuan hukum melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta. Ketertarikannya pada bidang hukum sejak lulus sekolah menengah atas lebih sebagai upaya untuk membela kaum lemah yang tidak bersalah.
Perjalanan hidup membawa Khoe Liong Hauw alias Sumartono Hadinoto, pria kelahiran Solo yang akrab disapa Martono ini, menjadi sosok yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Bahkan sejak sepuluh tahun lalu usaha material arsitektur yang dirintisnya sejak tahun 1986 telah di serahkannya kepada sang istri, Meliana Kusyanto. Dan Martono pun fokus hanya pada kegiatan berorganisasinya.
Kesibukannya berorganisasi membuat ia sekarang ini tergabung dalam 15 organisasi sosial kemasyarakatan, diantaranya Persatuan Masyarakat Surakarta (PMS), Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI), dan juga Palang Merah Indonesia (PMI). Bagi Martono, tidak masalah warga etnis manapun yang berorganisasi. Tetapi kemampuan, niat baik, dan komitmen di sebuah organisasi adalah yang paling dibutuhkan. Salah satu prestasi yang ditorehkannya bersama timnya di Palang Merah Indonesia adalah, kini Solo tidak lagi mengalami kekurangan stok darah, dan bahkan berhasil menambah armada ambulance gratis untuk menolong orang sakit.
Mike Portal | sumber
Tweet |